Kurban Idul Adha
Badrun adalah seorang petani miskin
yang hidup di sebuah desa kecil.Dia tinggal di sebuah rumah kecil bersama istri
dan anak putra satu satunya yang bernama Udin.Udin terpaksa tidak bisa
melanjutkan pendidikannya lagi di SMP,karena Badrun tidak mempunyai cukup
biaya.Mereka adalah keluarga yang patuh akan beragama.Badrun setiap hari hanya
bercocok tanam di kebun milik tetangganya.Penghasilannya tidak menentu tiap
harinya.Tetapi Ia selalu menyisihkan seribu rupiah setiap harinya.Ia hari
harinya selalu dibatu oleh aak kesayanga satu satunya pak Badrun.
Suatu hari Udin mengikuti lomba mata
pelajaran di kelurahannya.Dan secara mengejutkan Udin meraih Juara I di lomba
tersebut.Lalu,Udin pun akhirnya mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya.Beasiswa
tersebut menyataka bahwa udin dapat bersekolah dengan gratis dan tanpa dipungut
biaya sepeserpun.Tentunya hal itu sangat membahagiakan hati pak badru bersama
istrinya.
Pak Udin sekarang menjalani
pekerjaanya tanpa dibantu oleh siapapun.Ia pun terus bekerja sampai sore untuk
menghidupi seorang Istri dan satu anaknya.Ia pun sering merasakan pegal di
sekujur tubuhnya tetapi itu tidak dianggap suatu hal yang berarti untuk terus
berusaha menafkahi keluarganya.
Tetapi pekerjaan itu bukanlah hal yang
pasti karena menggarap lahan tersebut merupakan suruhan dari orang
lain.Sedangkan suatu hari pak Badrun ia tidak memiliki pekerjaan .Ia mmempunyai
pekerjaan yang lainnya,ia mencari telur semut untuuk dijual kepada penjual
makanan burung.Walaupun penghasilanya tidak seberapa,namun ia tetap mensyukuri
apa yang tuhan berika kepadanya.
Lalu pada suatu hari pak Badrun
berangan angan bahwa ia ingin mengurbankan 1 ekor kambing dalam rangka hari
raya idul adha.Tetapi ia pun berbicara didalam hatinya “Apa mungkin saya bisa
mengurbankan seekor hewan kurban pada saat idul adha? ah sepertinya tidak
mungkin” Ia berkata di dalam hatinya. Ia pun berusaha keras untuk mewujudkan
cita citanya itu denga cara jika ada
uang sisa ia selalu menabung di celengan ayam jago yang terdapat di kamarnya.
Tak terasa Udin telah lulus dari
sekolah SMP-ya dan tanpa diduga duga Udin kembali mendapatkan beasiswa karena
ia berhasil meraih Ranking 1 dalam Ujian Nasional.Tetapi Udin berpikir piker
karena sekolah SMA nya berada di Jakarta ia tak tega meninggalkan ayah dan
Ibunya yang telah berjuang keras untuk kehidupanya
Keesokan harinya Udin pun berangkat
ke Jakarta untuk menempuh pendidikannya di jenjang SMA.Keberangkatan Udin pun
diwarnai dengan keharuan,Udin pun berpamitan pada Bapak dan Ibunya “Bu,Pak,Udin
berangkat dulu ya” kata udin “Iya nak,sekolah yang pintar ya jaga dirimu” kata
Istri pak Badrun “Iya bu,ibu dan bapak juga jaga diri ya Bu,Pak” Mereka pun
melambaikan tangan kepada Badrun.
Pak Badrun melanjutkan keseharianya
seperti biasa.ia juga hidup cukup bahagia bersama Istrinya walaupun penghasilan
pak Badrun boleh dikatakan “mepet”.
Hampir setiap minggu Pak Badrun
menerima kiriman surat dari anaknya menanyakan kabar dari Pak Badrun dan
istrinya pak Badrun pun merasa bangga mempunyai anak seperti Udin.
Tidak terasa sudah 3 tahun
berlalu,Udin pun bangga karena ia telah menamatkan sekolah nya dan ia pun
kembali ke desa untuk menemui ayah dan ibunya.Setelah sampai disana ayah da
ibunya pun terkejut “Udin inikah kamu,Kamu sekarang sudah besar ya tingginya
pun melebihi Bapak”kata Pak Badrun sambil bergurau,mereka bercanda tawa lalu
mereka mendengarkan pengalaman pengalaman Udin selama di Jakarta.
Mereka
pun larut dalam kesenangan Istri Pak Badrun pun menyambut dengan makanan kesukaan
Udin.Udin pun kembali bekerja bersama ayahnya yang usianya sudah seemakin tua
di ladang.Pak Udin pun sering kali merasaka sakit yagng luar biasa di sekujur
tubuhnya karena memang usia pak Badrun yang menginjak angka 60 tahuun
Idul Adha sudah dekat Pak badrun
memecahkan celengannya untuk diambil uangnya .Lalu pak Badrun menghitung uang
dan terkumpul Rp.1.500.000,00.Dengan perasaan senang pak Badrun pun segera
menemui peternak kambing dan terjadi percakapan di antara mereka Penjual
kambing itu bernama Pak Karsimen.”Pak,Berapa harga kambing anda?”,Tanya pak
Badrun “1.600.000 pak” kata Karsimen.”Pak Badrun pun berusaha menawar harga
kambing tersebut” dan akhirnya dengan elakukan perdebatan yang sangat panjang
akhirnya Pak Karsimen memberikan kambing itu seharga 1.500.000
Pak Badrun membawa pulang kambing
itu dan memberi makan kepada kambing ituu setiap hari dan merawat kambing itu
dengan penuh kasih sayang.Kurang satu hari Idul Adha Pak Badrun memberikan
kambing tersebut kepada masjid untuk disedekahkan.
Esoknya Pak Badrun bersama
keluarganya mengadakan sholat Ied bersama di masjid tersebut lalu kambing Pak Badrun segera disembelih dan
membagi bagikan daging kambing kepada para warga disekitar desa tersebut.
Akhirnya usaha Pak Badrun selama
Hampir 7 Tahun akhirnya membuat cita cita pak Badrun tercapai.Pak Badrun merasa
senang dan keluarganya.
Ternyata Tuhan menjawab semua
perjuangan Pak Badrun. Pak Badrun mendapatkan Lotere dengan jumlah yang sangat
besar. Tentu saja pak Badrun merasa senang Ia pun membeli rumah yang bagus di
Jakarta dan mendirikan usaha yang sangat besar di Jakarta di bidang pertanian
yang mengolah bahan bahan hasil pertanian menjadi bahan makanan yang dapat
dimanfaatkan. Pak Badrun sangat bersyuukur karena kehidupan Ia telah berubah 180
derajat.
Ternya walaupun keadaan seperti itu
Pak Badrun dan keluarganya pun tidak lupa beribadah tiap waktu waktu yang.
Perusahaan mereka pun berjalan sangat pesat.
Udin pun kembali meneruskan
pendidikanya di Universitas dan mengambil jurusan di bidang pertanian. Udin pun
kembali lulus dengan predikat “Kumlot” atau lulusan terbaik
Pak Badrun semaki menua dan akhirnya
perusahaan itu pu diambil alih oleh Udin yang bergelar Sarjana itu.Perusahaan
Itu semakin besar dan berkembang sampai Luar pulau jawa bahkan luar negeri.
Dan
ada satu hal yang menarik bahwa hampir setiap tahun saat Idul adha
Keluarga Pak Badrun menyumbang 5 Ekor sapi di masjid terdekat.Dan setiap saat
membanttu orang yang tidak mampu dan juga Panti asuhan yang membutuhkan uluran
tangan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar